Perkara kecelakaan lalu lintas dihentikan melalui pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ). Penghentian penuntutan perkara tersebut dilakukan secara virtual dengan Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung RI diikuti oleh Wakajati Sumut beserta jajaran, Kajari Langkat, Kasi Pidum dan JPU yang menangani perkara tersebut.
Kajari Mei Abeto Harahap, SH.MH. melalui Kasi Intelijen Sabri Marbun, SH saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa perkara yang diusulkan dan disetujui untuk dihentikan dengan tersangka atas nama Perata Perangin-angin (56 th) dan korbannya adalah anak korban Fahri Syahbana (12 th) dan anak korban Ataris Alfa Rizki Munthe (8 th).
“Tersangka Perata Perangin-angin melanggar Pasal 310 Ayat (4) dan Pasal 310 Ayat (3) dan Pasal 106 Ayat (2) UU RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman pidana penjara tidak lebih dari 6 (enam) tahun” ujar Sabri Marbun, Kamis (21/03).
Dijelaskan juga, bahwa kronologi perkara yakni berawal dari keseharian Tersangka bersama istrinya berjualan di Pasar pada malam hari, lalu Tersangka bersama istrinya pergi mengantarkan undangan cucunya ke tempat keluarga lalu hendak kembali pulang dengan mengemudikan Mobil Pick Up Suzuki Carry BK 8342 RG dengan kondisi jalan lurus beraspal mulus, jalur dua arah berlawanan tanpa pembatas jalan yang jelas dengan cuaca cerah siang hari, namun karena kelelahan sehingga pelaku kehilangan fokus dan menabrak 2 (dua) orang pejalan kaki yakni korban.
Akibat kecelakaan lalu lintas tersebut, pelaku tidak ada mengalami luka-luka, sedangkan terhadap anak korban Fahri Syahbana mengalami luka robek di kepala, robek di pelipis mata kiri, robek di atas bibir, lecet di tangan kanan, lecet di punggung dan patah di kaki kanan dan terhadap anak korban Ataris Alfa Rizki Munthe mengalami luka memar di kepala, lecet di dada dan akhirnya meninggal dunia, sedangkan Mobil Pick Up Suzuki Carry BK 8342 RG mengalami kerusakan pada bodi depan penyok ke dalam dan pecah.
Setelah menerima berkas perkara, Tim Jaksa Penuntut Umum meneliti berkas perkara, dan pengakuan tersangka pada saat tahap II dan pengecekan pada aplikasi SIPP PN Stabat bahwa tersangka belum pernah dihukum pidana sebelumnya, dan berdasarkan penelusuran SIPP juga tidak ada ditemukan nama terpidana atas nama tersangka. Orang tua korban juga telah memaafkan perbuatan tersangka.
“Penghentian penuntutan dengan menerapkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Restorative Justice telah membuka ruang yang sah antara tersangka dan korban mengembalikan keadaan kepada keadaan semula, serta menciptakan harmoni di tengah masyarakat,” pungkasnya.
Persetujuan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice ini merupakan yang kedua di tahun 2024 di Kejaksaan Negeri Langkat.